Saturday, January 22, 2011

Mencegah Nafsu Amarah


Salah satu Didikan yang semestinya dihasilkan dari puasa yang baru saja kita lewati, baik wajib maupun sunnah, adalah terkendalinya sifat-sifat negatif manusia. Salah satu sifat negatif yang potensial pada diri manusia adalah marah.
Secara alamiah, orang yang berpuasa terlatih untuk mengendalikan sifat marahnya. Bahkan secara khusus Rasulullah mengajarkan kepada orang yang sedang berpuasa, bila ada yang mengajaknya bertengkar, maka sebaiknya ia menolak secara halus. Pertengkaran yang dimaksud ini bisa berupa adu mulut, lebih-lebih adu fisik.
Suatu hari Rasulullah kedatangan tamu orang Badui. Ia bertanya kepada Rasulullah tentang Islam. Rasulullah menjawabnya dengan sangat singkat, "jangan marah." Tampaknya Rasulullah tahu bahwa salah satu sifat menonjol pada orang Badui tersebut adalah gampang marah. Ia sangat mudah naik pitam. Darahnya mendidih jika menghadapi suatu persoalan.
Orang yang marah cenderung mengabaikan sesuatu yang besar. Orang yang sedang marah merasa semua persoalan itu kecil. Bagi dirinya apa yang menyebabkan kemarahannya itulah persoalan besar.
Itulah sebabnya, jangan heran bila mendapati orang yang marah mengambil suatu keputusan dengan sangat ringan. Suami isteri yang sedang dilanda kemarahan bisa dengan mudah dan ringan saling memutuskan untuk bercerai. Padahal demi jalinan cinta kasih mereka selama ini telah mengorbankan segala-galanya. Akan tetapi kemarahan menyebabkan pengorbanan itu tidak ada artinya apa-apa lagi. Semua menjadi kecil. Yang besar adalah kemarahan itu sendiri.
Seorang ayah dengan sangat mudah membanting peralatan rumah tangga, karena jengkel terhadap ulah salah satu anggota keluarganya. Padahal untuk mengumpulkan benda-benda tadi ia butuhkan waktu yang snagat panjang. Mungkin bertahun-tahun. Tapi semua itu bisa lenyap seketika hanya karena kobaran api kemarahan.
Orang yang sedang marah, sering ringan tangan dan mulutnya. Tangannya gampang sekali digerakkan untuk menyakiti orang lain. Demikian juga mulutnya. Mereka tak segan-segan mengeluarkan kata-kata kasar, yang menyinggung bahkan menyakitkan hati banyak orang. Menempeleng, memukul, menendang, bahkan sampai membunuh menjadi suatu hal yang sangat ringan pada saat kepala dikuasai nafsu amarah. Pandangan dan pertimbangan mereka menjadi sangat pendek. Yang ada di benaknya keinginan balas dendam. Padahal dalam keadaan biasa, bisa jadi untuk melakukan hal serupa itu dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menimbang dan berfikir.
Pertengkara besar atau kecil biasanya didahului dengan adu mulut. Indikasi kemarahan seseorang bisa dilihat dari seberapa jauh tingkat kekasaran dan kekerasan ucapannya. Semakin marah, semakin kasar, jika sudah tidak tertahankan, maka adu mulut itu berkembang menjadi adu fisik, perkelahian. Dari perkelahian kecil bisa berkembang menjadi pembunuhan.
Melihat bahaya yang bisa ditimbulkan oleh siat marah ini, maka Islam memberikan arahan kepada ummatnya untuk bisa menahan diri. Caranya adalah dengan diam. Jangan banyak bicara, sebab bicara itulah yang biasanya memanaskan suasana. Demikianlah Rasulullah berpesan sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad.
Tutup mulut rapat-rapat sampai emosi bisa dikendalikan, suasana kembali tenang dan situasi tidak tegang. Dalam suasana seperti ini baru boleh berbicara, baik dalam rangka dalan rangka memberi penjelasan ataupun melakukan pembelaan.
Yang dianjurkan untuk diam serbenarnya tidak hanya mulut, tapi juga anggota tubuh yang lain. Jika seseorang marah sedang ia dalam posisi berjalan, hendaknya ia menghentikan langkahnya. Jika ia sedang berdiri, hendaknya duduk. Jika dalam keadaan duduk masih juga memendam kemarahan yang tak bisa ditahan, maka dianjurkan untuk berbaring.
Akan lebih baik lagi apabila orang yang sedang marah itu mengambil air wudhu'. Insya Allah dengan cara seperti ini kemarahan yang sudah memuncak itu bisa didinginkan lagi. Air, kata Rasulullah bisa mendinginkan perasaan. Untuk itu bila sedang marah, cepat-cepatlah ke kamar mandi. Ambil air wudhu', bahkan jika mungkin mandi sekaligus.
Sepertinya solusi ini sederhana, tapi pelaksanaannya tidak semudah yang kita bayangkan. Seorang yang sedang marah, cenderung mendekati musuhnya. Untuk menghentikan langkah merupakan suatu perjuangan yang tidak kecil.
Malah mereka cenderung untuk berdiri, bila sebelumnya ia duduk manis. Lihatlah di sekitar kita, termasuk di persidangan ataupun di forum-forum diskusi. Pengacara yang asalnya duduk baik-baik, jika sudah marah, tiba-tiba berdiri, menyampaikan argumentasinya dengan berapi-api. Jika hanya pengacara dan jaksanya yang marahitu masih belum seberapa, tapi jika hakimnya juga tak mau kalah, maka sungguh sangat berbahaya. Untuk itu hakim yang sedang marah tidak boleh memutuskan perkara.
Sebenarnya tidak hanya hakim saja yang tidak boleh memutuskan perkara dalam keadaan emosi, tapi semua orang dalam posisi apapun tidak boleh mengambil keputusan pada saat seperti itu. Apakah saat itu seseorang sedang dalam posisi sebagai guru, polisi, pimpinan, atau bahkan sebagai suami, isteri, maupun anak. Dalam keadaan bagaimanapun jika sedang marah, jangan mengambil keputusan. Bisa jadi keputusan itu aka sangat subyektif. Tidak banyak pertimbangan. Sangat dangkal, dan merugikan pihak-pihak lain, bahkan dirinya sendiri.
Sebagai manusia biasa, Rasulullah juga pernah marah. Tapi beliau mampu mengendalikannya. Kemarahannya tidak sampai membahayakan orang lain, baik melalui kata-kata maupun tindakannya. Tak satupun keputusan, baik berupa tindakan maupun ucapan yang dilakukan Rasulullah pada saat seperti ini. Beliau memilih diam. Bahkan jika marah, beliau justru mengganti kemarahannya dengan amalan atau imbalan hadiah kepada orang yang menyebabkan kemarahannya.
Penyulut kemarahan malah diberi hadiah? Barangkali hal ini tidak terbayangkan oleh kita, bagaimana mungkin orang yang kita marahi malah diberi hadiah. Tapi Rasulullah bisa melakukannya sebagai bukti kedewasaannya. Hanya orang-orang yang sudah matang yang bisa melakukannya.
Imam Tabrani meriwayatkan suatu hadits yang bersumber dari Abdullah bin Salam mengenai hal ini. Ia menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah keluar bersama para sahabat, diantaranya adalah Ali bin Abi Thalib. Tiba-tiba seorang Badui datang mengadu, "Wahai Rasulullah, di desa itu ada sekelompok penduduk yang sudah Islam dengan alasan akan mendapatkan kemurahan rezeki dari Allah. Kenyataannya setelah mereka Islam, musim kering dan panas serta paceklikpun datang. Mereka dilanda kelaparan. Wahai rasul SAW, saya khawatir jika mereka kembali murtad hanya karena masalah perut. Saya berharap engkau sudi mengirim bantuan untuk mereka."
Mendengar berita itu Rasulullah SAW pun menoleh kepada Ali bin Abi Thalib, dan Ali pun mengerti seraya berucap, "Wahai Rasulullah kita sudah tidak punya persediaan makanan lagi."
Zaid bin Sa'nah hadir ketika itu segera mendekat dan berkata, "Wahai Muhammad, andaikata engkau suka, saya akan belikan kurma yang baik dari kebun desa ini, dan mereka berhutang kepadaku dengan persyaratan tertentu." Rasulullah SAW bersabda, "Sebaiknya kurma itu jangan mereka yang berhutang, tapi belilah dan kamilah yang meminjam kurma itu dari padamu." Usul Rasulullah itu disetujui Sa'nah dan dibuatlah perjanjian.
Untuk pembayarannya, Zaid mengeluarkan emas sebanyak 70 mitsqal, lalu menyerahkan kepada Rasulullah dengan perjanjian akan dibayar kembali dalam masa yang ditentukan. Kurma itupun dibagi-bagikan kepada penduduk desa yang tengah ditimpa kelaparan.
Zaid bin Sa'nah berkata, "Beberapa hari (2 atau 3 hari) menjelang perjanjian pelunasan hutang tersebut, Rasulullah keluar bersama-sama Abu Bakar, Umar, Utsmandan beberapa sahabat lainnya. Setelah Rasul menshalatkan jenazah seseorang, beliau duduk menyandarkan badan ke dinding, sayapun berkata kepadanya, 'Wahai Muhammad, bayarlah hutangmu kepadaku. Demi Allah setahuku, keluarga Abdul Muthalib itu sejak dulu selalu mengundur-undur waktu dalam pembayaran hutangnya.'
Mendengar kata-kata kasarku itu, wajah Umar bin Kaththab memerah, kedua biji matanya bergerak-gerak bagaikan perahu oleng, seraya melemparkan pandangannya kepadaku dan berkata, 'Hai musuh Allah, alangkah kasarnya ucapanmu terhadap Rasulullah. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau bukan karena menghormati Rasulullah yang dihadapanku, tentu akan kutebas lehermu dengan pedangku ini.'
Rasul tetap saja memandang dengan tenang, seraya bersabda, 'Hai Umar, sadarilah bahwa antara aku dan dia ada soal hutang piutang. Adapun yang aku harapkan, engkau menyuruh aku membayarkan hutang itu kepadanya.' Sementara itu Rasulullah SAW mengisyaratkan kepada Umar untuk pergi ke tempat penyimpanan kurma, lalu melunasi hutang itu dengan menambahkan 20 sha'(takaran) sebagai imbalan untuk menghilangkan amarahnya."
Selanjutnya Zaid bin Sa'nah menceritakan, "Setelah Uma membayar hutang Rasul disertai tambahan 20 sha', akupun bertanya, 'Apa arti tambahan ini, hai Umar?'
Umar menjawab, 'Rasulullah SAW menyuruh sebagai imbalan kemarahanmu.'
Aku berkata kepada Umar, 'Hai Umar, kenalkah engkau siapa aku ini?'
Umar berkata, 'Tidak.' Aku menerangkan, 'Aku adalah Zaid bin Sa'nah.' U
mar balik bertanya, 'Engkau Zaid bin Sa'nah, pendeta Yahudi itu?'
'Ya', kataku.
Umar berkata, 'Mengapa engkau sekasar itu berucap? Engkau terlalu menghina.'
Lalu aku berucap, 'Sebenarnya lewat kitab Taurat, aku telah lama mengenal Muhammad dari berbagai ciri kenabiannya. Dia adalah Rasul Allah, budi bahasanya senantiasa mengalahkan amarahnya, bahkan Muhammad semakin sopan terhadap mereka yang kesyetanan. Aku berbuat demikian, menguji dan memastikan dialah Rasul Allah. Wahai Umar putra Kaththab, engkau sebagai saksi. Aku ridha bertuhankan Allah, beragamakan Islam dan bernabikan Muhammad. Umar, ketahuilah, aku orang terkaya di kalangan keluarga Yahudi. Kini harta kekayaanku itu kuserahkan separuhnya buat ummat Muhammad SAW.'"
Menyambut penyerahan Zaid bin Sa'nah itu Umar berkata, "Tentu yang engkau maksudkan ialah untuk sebagian ummat Muhammad." Dan Zaidpun menjawab, "Ya, benar."
Merekapun bersama-sama menemui Nabi SAW dan Zaid bin Sa'nah pun mengucapkan dua kalimah syahadah serta berjanji akan berjuang bersama-sama untuk kejayaan Islam. Kemudian di dalam tarikh diriwayatkan, Zaid bin Sa'nah mati syahid di tengah sebuah front pertempuran Tabuk, dekat daerah Palestina.





Sunday, January 16, 2011

Tertawa Di Dunia Menangis Di Akhirat


Dalam satu hadith, Nabi saw bersabda'Banyak tertawa dan tergelak-gelak itu mematikan hati. 
Banyak tertawa menjadikan hati semakin malap dan tidak berseri. Lampu hati tidak bersinar dan akhirnya terus tidak menyala. Hati tidak berfungsi lagi.
Nabi Muhammad melarang ummatnya dari gelak-ketawa yang melampaui batas. Menurut hadith, banyak ketawa menghilangkan akal dan ilmu. Barangsiapa ketawa tergelak-gelak, akan hilang satu pintu daripada pintu ilmu.


Kenapa dilarang ketawa berdekah-dekah? Dalam keadaan suka yang keterlaluan, hati kita lalai dan lupa suasana akhirat dan alam barzakh yang bakal kita tempuhi kelak. Sedangkan dahsyatnya alam tersebut tidak dapat dinukilkan dalam sebarang bentuk media. Kita sedang menuju ke satu destinasi yang belum tentu menjanjikan kebahagiaan abadi.Sepatutnya kita berfikir bagaimana kedudukan kita di sana nanti, sama ada berbahagia atau menderita. Berbahagia di dunia bersifat sementara tetapi di akhirat berpanjangan tanpa ada penghujungnya. Penderitaan di dunia hanya seketikatetapi di akhirat azab yang berterusan dan berkekalan. Merenung dan memikirkan keadaan ini cukup untuk kita menghisab diri serta menyedarkan diri kita tentang bahaya yang akan ditempuh.
"Tertawa-tawa di masjid menggelapkan suasana kubur". Demikian ditegaskan oleh Nabi saw. Kita sedia maklum, kubur ialah rumah yang bakal kita duduki dalam tempoh yang panjang. Kita keseorangan dan kesunyian tanpa teman dan keluarga. Kubur adalah satu pintu ke syurga atau ianya satu pintu ke neraka. Betapa dalam kegelapan di sana, kita digelapkan lagi dengan sikap kita yang suka terbahak-bahak di dunia.
Ketawa yang melampaui batas menjadikank ita kurang berilmu. Apabila kurang ilmu, akal turun menjadi kurang. Kepekaan terhadap akhirat juga menurun. Nabi saw pernah bersabda: "Barangsiapa tertawa-tawan escaya melaknat akan dia oleh Allah (Al-Jabbar). Mereka yang banyak tertawa di dunia nescaya banyak menangis di akhirat."
Saidina Ali sentiasa mengeluh '....jauhnya perjalanan ... sedikitnya bekalan ....' Walaupun hebat zuhud dan ibadat beliau, namun merasakan masih kurang lagi amalannya. Betapa kita yang kerdil dan malas beribadat ini sanggup bergembira 24 jam.
Dalam hadith lain, Nabi saw bersabda "Barangsiapa banyak tertawa-tawa, nescaya meringankan oleh api neraka."Maksudnya mudah dimasukkan ke dalam neraka.
Kita tidak pula dilarang menunjukkan perasaan suka terhadap sesuatu. Cuma yang dilarang ialah berterusan gembira dengan ketawa yang berlebihan. Sebaik-baik cara bergembira ialah sepertiyang dicontohkan oleh Nabi saw. Baginda tidak terbahak-bahak tetapi hanya tersenyum menampakkan gigi tanpa bersuara kuat.
Para sahabat pernah berkata "Ketawa segala nabi ialah tersenyum, tetapi ketawa syaitan itu tergelak-gelak." 


Tuesday, January 04, 2011

kongsi hadis

HARI NI CUMA NK KONGSI HADIS JER..
ini pun terambil kat web http://www.iluvislam.com 
hadis terbaru pula tu di keluarkan kat I LUV ISLAM..
kalau terasa nak tahu lagi pasal hadith lain boleh la tgk lebih lanjut kat http://www.iluvislam.com






TAJUK:
Mencegah Kezaliman/ Keganasan
HADITH:
Rasulullah s.a.w bersabda yang maksudnya::” Janganlah salah seorang daripada kamu berpeluk tubuh dalam keadaan seseorang itu dibelasah secara zalim, kerana laknat akan turun ke atas orang yang menyaksikan ketika mereka tidak mempertahankannya.”
Riwayat at-Tabrani





Huraian
i) Perbuatan zalim adalah perbuatan yang mendatangkan kesusahan atau kemudaratan kepada orang lain atau mungkin dalam bentuk mengambil manfaat dari orang lain dengan cara yang salah ataupun melakukan sesuatu terhadap orang lain yang menimbulkan rasa sakit kerana perlakuan tersebut memberi keseronokan atau kepuasan kepada yang melakukannya. Pemerasan, pemaksaan dan penipuan demi keuntungan peribadi juga termasuk dalam perbuatan yang zalim.
ii) Perbuatan zalim lazimnya dilakukan oleh orang yang mempunyai kelebihan dan kekuatan berbanding dengan orang yang dizalimi. Ini kerana, fenomena kezaliman tidak akan berlaku sekiranya orang yang hendak dizalimi mempunyai kelebihan atau kekuatan yang sama. Kelebihan atau kekuatan ini boleh diukur dari pelbagai aspek, seperti kekuatan fizikal, kekayaan, kebijaksanaan, kuasa ataupun pengaruh.
iii) Realiti masyarakat hari ini mengamalkan gaya hidup individualistik sehingga sanggup membiarkan penganiayaan dan kezaliman berlaku di hadapan mata mereka sendiri. Sikap ‘tidak mengambil endah’ ini tidak wajar berlaku kerana selaku anggota sesebuah masyarakat setiap individu mestilah bersikap saling mengambil berat, sayang-menyayangi dan belas-kasihan di antara satu sama lain.
iv) Doa orang yang dizalimi terhadap orang yang menzaliminya sangat mudah dimakbulkan oleh Allah S.W.T. Oleh itu perbuatan zalim sebenarnya merupakan perbuatan yang sangat merugikan kepada si pelakunya. Allah S.W.T boleh memberi hukuman ke atas si pelaku tersebut ketika di dunia lagi seperti nasib yang menimpa Firaun. Malah di akhirat kelak orang-orang yang berlaku zalim akan menerima nasib yang sangat malang kerana kebaikan yang dimilikinya akan berpindah kepada orang-orang dizaliminya. Sekiranya dia tidak mempunyai kebaikan, maka keburukan orang-orang yang teraniaya akan terlempar kepadanya dan akan ditanggung olehnya.




Tajuk :
Penghuni Syurga Ialah Sebaik-baik Muslim
Hadith :

Dari Abdullah, katanya:” Bersabda Rasulullah s.a.w. kepada kami:” Tidakkah kamu gembira bahawa seperempat dari penghuni syurga itu dari kamu?” Kata Abdullah kami pun segera mohon ditambah. Kemudian berkata pula beliau:” Tidakkah kamu gembira bahawa sepertiga penghuni syurga itu dari kamu?” kata Abdullah, kami pun mohon diperbanyakkan lagi. Akhirnya Rasulullah s.a.w. berkata:” Sesungguhnya saya mengharap bahawa seperdua) dari penghuni syurga itu dari kamu. Dan ketahuilah! Bahawa bandingan jumlah kaum Muslimin dengan kaum kafir itu, laksana sehelai bulu putih ditubuh sapi hitam atau sehelai bulu hitam di tubuh sapi putih.”

 
(Muslim)

HURAIAN:


Umat Islam seharusnya bersyukur kerana dikurniakan hidayah dalam mememuk agama yang benar dan diredhai Allah SWT. Namun fenomena hari ini memperlihatkan kepada kita bahawa tidak semua yang menganut Islam itu benar-benar menghayati ajaran agamanya bahkan ada juga yang memilih agama lain (murtad). Betapa mudahnya iman mereka tergoyah dek kerana godaan dan hasutan duniawi. Oleh itu benarlah seperti sabda Rasulullah SAW bahawa umat Islam itu ramai namun nilaian mereka hanyalah seperti buih-buih di lautan yang tidak mendatangkan apa-apa kesan. Mereka mudah dipermain-mainkan oleh pihak musuh bahkan mereka sendiri bertelagah di antara satu sama lain. Justeru meskipun peluang untuk kita menghuni syurga Allah amat besar namun peluang tersebut tidak direbut oleh semua orang. Ramai yang berebut mengejar nikmat dunia yang sedikit ini berbanding dengan nikmat akhirat yang jauh lebih besar. Kesesatan manusia hari ini tidak mustahil membuatkan iman mereka semakin kurang yang akhirnya cara hidup mereka seolah-olah tiada bezanya lagi dengan orang yang kafir.



Sunday, January 02, 2011

SELAMAT TAHUN BARU 2011

syukur Alhamdulillah...
kembali ke tahun 2011
dengan penuh ceria, bersemangat dengan azam baru...

semoga tahun ini sungguh bermakna
dan akan dilalui dengan begitu kegembiraan..
dan iya semoga menjadi lebih terbaik dari tahun yang sebelum...
semoga tahun ini lebih bermakna kepada setiap individu,keluarga,organisasi...
lebih berjaya,maju,bahagia and...............
 dan semoga kehidupan kita tahun ini lebih di redhai oleh ALLAH S.W.T...
dalam setiap apa tindak tanduk kita...


tahun 2010 berlalu begitu sahaja..
tersemat beberapa kenangan manis dan pahit...
terdapat beberapa peristiwa yang mengembira dan menyedihkan...

itu semua tersemat sbagai sejarah....


and..
x lupa buat kawan2 selamat kembali ke universiti...
pada semester2 2010/2011..
dgn lebih bersemangat... 

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

cetak artikel pilihan dari blog Balai Islam Bestari